Review Istirahatlah Kata-kata
Sunday, January 29, 2017
Istirahatlah Kata-kata bukan film komersial. Mungkin tidak menarik, tapi peting untuk ditonton.
Istirahatlah kata-kata boleh dikata tidak menyeritakan Wiji Thukul. Ia menyeritakan seorang biasa yang rindu pulang. Cerita kerinduan ini bisa saja beririsan atau sama dengan kisah banyak orang. Bahkan andai cerita Istirahatlah Kata-kata ini bukan tentang Wiji Thukul, saya masih bisa menikmatinya.
Wiji Thukul punya seiris kisah seperti orang kebanyakan. Dalam pelariannya di Pontianak, ia digambarkan punya sisi yang amat manusiawi. Takut, rindu, dan gelisah. Lalu, Istirahatlah Kata-kata tentu saja gagal memenuhi ekspektasi orang-orang yang kadung mengharap Wiji Thukul harus dikenal sebagai pahlawan demokrasi yang rela hidup tak wajar demi cita-cita nun adi luhung: reformasi. Tapi, selain sukses menyajikan sisi manusiawi Wiji Thukul, ia berhasil menjadikan Wiji Thukul besar dengan kesederhanaan itu sendiri. Bagimana seorang kecil seperti Wiji Thukul begitu dicari oleh pihak yang begitu digdaya waktu itu: Pemerintahan Orde Baru, jika ia tak cukup banyak berbuat melawan Orba yang begitu represif.
0 comments